Senin, 07 November 2011

Syaithon itu Bernama


Bismillahirrohmanirrohim...
“Syaithon itu Bernama”
Syaithon itu bernama “Filem”. Entah berapa jam waktu yang dihabiskan hanya untuk nonton filem. Entah berapa uang yang dihabiskan untuk nonton filem. Dapat apa ? Refreshing ? Pelajaran ? ketika adzan berkumandang, tidaklah segera enyah dari tempat duduknya, hanya sekedar menurunkan volumenya, mulai lagi nontonnya, ato bahkan tidak berkutik sama sekali. Na’udzubillah. Filem bahkan sekarang menjadi candu. Filem menjadi trend. Bukanlah Rosululloh yang menjadi teladan hidup, bukanlah ibu ayah yang menjadi panutan. Justru aktor-aktris filem menjadi sorotan mulai dari fisiknya, logatnya, karakternya, apapun serba aktris. Terlena dengan segala kepopuleran. Apa yang bisa diambil hikmahnya ? Astagfirullah... Syaithon.. syaithon... kamu mewujud dalam bentuk apapun.
-       Hindari segala hal yang mempermudah akses dalam nonton filem
-       Alihkan perhatian kepada hal yang lebih berguna
-       Ditimbang lagi apa ada manfaatnya ? buat apa ?
-       Berpikirlah bahwa hidup ini singkat, sudikah jika engkau luangkan waktumu 1 jam hanya untuk nonton filem ?
-       Sesungguhnya, banyak pekerjaan yang engkau tinggalkan jika nonton filem
Syaithon itu bernama “Males”. Setiap hal yang dilakukan tidak ada semangat dalam menempuhnya, yang ada hanyalah kemalasan. Selalu merasa capek jika melakuan sesuatu, jadi dialihkan dengan tidur atau berleha-leha. Padahal hakikat istirahat bukanlah berhenti dari aktivitas, tetapi mengganti aktivitas dari satu ke yang lainnya. Ketika tidur, males untuk bangun. Ketika kuliah, malah ngantuk. Ketika mau ujian, males untuk belajar. Ketika belajar malah untuk tidur. Ketika di kost, males untuk bersih-bersih. Na’udzubillah.
Syaithon itu bernama “Lupa”. Orang bilang lupa adalah lumrah, manusia tidak bisa terhindar dari salah dan lupa. Namun, bagaimana jika lupa itu menjadi kebiasaan sehari-hari ? Bisakah itu disebut lumrah ? Lupa bukan lagi menjadi kewajaran, tapi menunjukkan keabaian, keapatisan. Orang sengaja mengabaikan hingga tanpa sadar membuat dirinya sengaja untuk lupa. Bukan terlupa, tapi melupakan. Ketika tersadar dirinya agak pelupa, bukan terus mencari solusi bagaimana, tetapi membiarkan begitu saja. Sengaja untuk lupa, tidak berusaha untuk ingat. Na’dzubillah. 28 Okt 11